Tuesday 10 April 2012


MUNTAHAN PIKIRAN (bagian 1)




Di umur yang hampir ke 17 ini, gue tahu kalau gue belum sepenuhnya hidup. 
Seperti kata Paulo Coelho, personal legend gue masih menanti. 
This sounds weird, but I just know I won't die young. Jalan hidup gue masih panjaangg banget dan gue gak akan meninggal dengan cepet. 

Gue nulis ini sendiri, sementara seluruh keluarga gue yang lainnya udah pulas tidur. Dan perasaan gue berantakan. Begitu banyak yang perlu dilakukan dalam waktu singkat. Mendadak semuanya kacau. 


Mulai dari nilai gue. Shit. Gue adalah orang yang santai dan cenderung gak peduli dengan nilai. Yang sejujurnya gue peduliin adalah gimana jiwa gue berkembang seiring belajar di sekolah. Persetan dengan universitas yang harus dimasuki dan beratnya persaingan jaman sekarang. Gue gak peduli. Intelektualitas tanpa karakter sama dengan nol. 


Iya, gue ini emang egois. Sejak kapan gue terkenal karena rendah hati? Teori "semakin menunduk semakin berisi" itu suck buat gue. Apa gunanya loe berisi tapi nunduk? Apa gunanya lo pinter, punya visi-misi yang oke tapi cita-cita lo cuma mentok jadi bawahan aja? Jadi pemimpin dong, yang bener bisa bertindak dan bisa menggerakan orang buat bertindak. 


Gue ini seorang ekstremis. Gue percaya dan sadar betul akan adanya zona abu-abu, tapi dalam ngelakuin sesuatu, gue akan betul-betul pro atau betul-betul kontra. Berdasarkan pengalaman, setiap kali gue ragu dalam ngelakuin sesuatu, hasilnya akan selalu bikin gue miris. Kecewa. Jadi kalau gue ragu, mending gak usah sama sekali. 


Sekalinya gue benci sama orang, ya gue benci banget. Contoh, gue benci orang yang sok suci. Apa sih istilahnya, munafik? Muka dua? Ah, sok suci itu istilah yang lebih oke. Suka cari muka. Berlagak baik di depan orang dan bertindak yang sebaliknya setelah itu. Gue benci cewek yang berlagak 'terlalu jaga citra' didepan cowok. Di depan gue (cewek) apa adanya dan begitu ketemu cowok tingkahnya beda lagi. Jadi makin girly. Dan jelas-jelas lebih memperhatikan penampilan. 


Selain itu, gue benci orang yang seakan gak punya pendirian. Gak punya prinsip. Gak punya idealisme. Salah satu temen gue punya istilah bagus soal ini, 'Living without idealism would be like eating food without tongue!'


Hal lainnya yang gue benci adalah tatapan dikasihani. Serius, gue benci banget kalo ada orang yang ngeliat gue seakan gue ini gak bisa ngapa-ngapain lagi. Gue masih menolelir tatapan lembut, tapi gak dengan tatapan desperate; seakan hidup orang itu ada di tangan gue. Gue bukan milik siapa-siapa dan begitu juga lo! Jangan ngeliat gue dengan tatapan mendamba, sumpah, jijik menurut gue. Apalagi mendamba yang desperate. Gue gak suka karena itu menandakan orang itu seakan menjadikan gue last option. Dan berarti kalau orang itu harus bergantung sama orang yang dilihatnya tersebut. Gak independen.

Dalam kehidupan nyata, gue gak pernah suka kalau orang pacaran diartikan dengan "memiliki satu sama lain". Lo sebenernya gak pernah 'memiliki' orang lain di dunia ini. Mereka adalah milik mereka sendiri. Gue adalah milik gue. "Memiliki satu sama lain" itu sebenernya cuma bentuk binatang yang masih ada di dalam manusia. Yang lebih tepat seharusnya "menandai satu sama lain", kayak anjing yang menandai daerah kekuasaan barunya dengan pipis. 

Kita terlalu takut akan kehilangan, jadi kita saling menandai dan mengklaim orang lain. Padahal nyatanya, semua itu hanya ilusi. 

Gue menganggap, apa artinya hidup kalau lo gak bisa jadi apa yang lo mau? Gue bisa aja memilih jadi pelacur dewasa nanti, tapi kalaupun iya, itu atas pilihan gue. Mending jadi pelacur yang kerjanya cuma menjual tubuh daripada jadi pelacur intelektual yang menjual pikiran dan kebebasan. 

Setiap orang punya suatu keinginan dari dalam hatinya yang terdalam (gue gak tahu gimana deskripsiin hal ini, tapi sesuatu itu akan selalu ada, meski terus lo ingkari) yang pengen diwujudkan di dalam hidupnya. Sesuatu itu bukan sekedar benda, tapi tindakan. 

Contohnya gue, gue gak menginginkan Jeep Wrangler dari hati gue yang terdalam. Ngapain juga, hidup gue dangkal banget kalau cuma buat Wrangler. Tapi gue pengen jadi penjelajah. Petualang. Hal yang jauh banget dari hidup gue sekarang ini. 

LIVE BEGINS AT THE END OF YOUR COMFORT ZONE. 

Tapi gue tahu, gue akan ngelakuin apa pun yang gue bisa biar bisa berpetualang. Mungkin gue akan jadi kere dengan terus jalan-jalan, tapi gue rasa itu layak. Dan gue tahu gue juga cinta menulis. Meski semua orang lihat bakat gue ada di menggambar dan bukannya menulis, tapi gue rasa gue akan lebih terpacu buat berkembang di menulis. 

Meski gue tahu jalan gue akan berat kedepannya dan terkesan menyia-nyiakan bakat, inilah passion gue. Hidup gue memang untuk ini.  Gue memang bukan yang terbaik di bidang ini, tapi ngelakuinnya aja bisa bikin gue bahagia. Itu yang belum semua orang sadar. 

Kalaupun sadar, lebih banyak yang membohongi diri sendiri dengan melakukan apa yang orang lain mau. Hell, you can't please everybody. Well, you can, and everyone will love you except yourself. Dan pastinya, gue amat mencintai diri gue sendiri. 

Dari urusan nilai, gue sampai ke masalah teman. Gue mencintai kebebasan. Gue gak eksklusif dan sebisa mungkin menghindari punya yang namanya geng. Geng itu sifatnya eksklusif dan gue mau sebanyak mungkin dekat dengan orang lain. Pastilah gue punya teman baik dan teman yang hampir selalu ngumpul bareng, tapi gue gak mau bergabung dalam suatu geng. 

Orang yang ada di satu geng cenderung pergaulannya sempit dan udah terlalu nyaman dengan teman-teman eksklusifnya ini, dan jadi kayak kurang pergaulan. I'm an introvert but also an extrovert. Gue juga seorang pengamat. Artinya gue butuh ruang untuk diri sendiri sekaligus buat orang lain.                                    


Bersambung. 
Karena mata gue mulai capek. 

 







“Let me not pray to be sheltered from dangers,
but to be fearless in facing them.

Let me not beg for the stilling of my pain,
but for the heart to conquer it.

Let me not look for allies in life’s battlefield,
but to my own strength.

Let me not crave in anxious fear to be saved,
but hope for the patience to win my freedom.

Grant that I may not be a coward,
feeling Your mercy in my success alone;

But let me find the grasp of Your hand in my failure.”
 
 
by Rabindranath Tagore

Monday 9 April 2012

I just hate you.


Dude, you already pissed me off. 
You insist; and I already warn you. If you still choose to play with my temper...well, to be honest, I don't fucking care about your life. At all. I'm gonna make you live in hell and you'll beg for my mercy. I can kill you slowly from the inside. 

I don't fucking care. 

Go rot in hell. 

Get away from my life. 

Fuck off. *two middle fingers are in the air* 


Sincerely, 
Me.